.

Ketika aku mulai tidak menyukai resiko berlebihan.

Written by on ,
Ketika aku mulai tidak menyukai resiko berlebihan, posting kali ini berawal dari diskusi sesama pelaku pasar yang telah trading sekitar 2 tahun belakangan. Berawal dari seorang teman yang telah menjalani trading dengan sangat bagus, karena memang market yang sangat bagus performancenya selama beberapa bulan sejak dua tahun lalu. Memang teman tersebut lahir di saat market sedang bagus sehingga bisa dibilang apa yang dibelinya bisa memberikan hasil yang bagus, minimal cutloss dan cuan maksimal, siapa yang tidak tergiur dengan kondisi market yang sangat bagus tersebut. Di kala seperti itu banyak lahir trader dadakan yang merasa ingin segera trading secara penuh.


Hal itu wajarlah ketika seorang trader baru mendapatkan keuntungan yang begitu mudahnya dari sebagian besar buka posisi yang dilakukannya. Memang hal ini karena dia sedang trading pada saat yang tepat, pada saat bursa dunia sedang naik semua, mengarah pada uptrend. Pada konsisi tersebut akan sangat mudah untuk masuk posisi dan menutupnya dengan kondisi untung.  Keadaan seperti ini banyak mendorong trader yang semula hanya sambilan saja akhirnya mau memutuskan atau langsung memutuskan untuk menjalani hidup sebagai trader saham secara penuh. Apakah sedemikian mudah?

Kenyataan tidak bisa seperti anggapan selama ini, karena market memiliki sifat dinamis, ,dimana kondisi ekonomi dunia, sosial politik, dan lainnya akan juga mempengaruhi kondisi market, istilahnya the sun never shines the same, mungkin hari ini mendung, besok cerah, besoknya hujan, namun sebentar kemudian sudah cerah lagi. Kondisi market dinamis baik dalam short time, medium, maupun long time.

Ceritanya kembali ke teman saya tadi dimana saat ini gusar, gundah gulana, kalau istilah sekarang lagi galau karena sebagian pembukaan posisi yang dilakukannya berujung cutloss. Ya cutloss, karena memang dia sudah menerapkan maksimum loss sebesar 5% dari setiap pembukaan posisi yang dilakukannya, cutloss penting karena dia tidak mau sahamnya sangkut. Padahal dia sudah memilih saham saham yang masa lalu berkinerja bagus, tetap saja dia terkena stop loss.

Ketika suatu keuntungan didapat berulang, ternyata memberanikan dia untuk buka posisi lagi berharap bisa untung lagi, namun saat ini sebalinya ketika dia kena stop loss, dan membuka posisi lain untuk saham lain, ternyata masih terkena stop loss. Dia merasa frustasi, memang di saat sekarang kondisi seperti ini tidak mudah untuk trading dan menutup posisi dengan keuntungan, bukannya tidak bisa untung, tapi tidak mudah, tidak seperti ketika posisi sedang uptrend.

Jadi ketika saya tanya kenapa dia tidak lagi aktif trading karena dia tidak menyukai resiko yang terlalu besar, karena dalam kondisi uptrending maka stop loss 5% adalah tepat dan kadang tidak mudah untuk tereksekusi, karena memang saham sedang uptrend. Namun ketika kondisi sekarang, ketika buka market langsung gap down maka stop loss 5% dengan sangat mudah terkena. Itu kenapa sekarang teman saya untuk sementara sedang posisi menonton di pinggir lapangan, menunggu market bagus untuk masuk lagi. untuk sementara dia menjalani usaha yang lain.